Mengenal Allah dengan Sastra Jawa
“Sebuah Upaya Menyatu Dengan Allah”
Tian Kamaluddin *
Target hidup adalah melakukan sebuah proses untuk meraih kepuasan sejati, yaitu sebuah kepuasan yang titik klimaksnya terletak hanya pada Allah SWT. Salah satu usaha yang dilakukan untuk memperlancar jalannya proses itu adalah dengan pergulatan mistik.
Tujuan utama dalam pergulatan mistik adalah wushul dan menyatu dengan Ilahi robbie. Hal ini sudah tentu akan memberikan dampak bagi segala sesuatu yang dihadapi si penempuh jalan mistik ( untuk selanjutnya, sebut mistikus). Mulai dari bagaimana keberadaan dirinya, orang lain, fenomena alam yang terjadi, hingga penafsiran ayat-ayat suci yang inti sarinya dirangkum dalam sebuah syair-syair, cerita dan gending ( lagu) jawa.
Para mistikus berkeyakinan bahwa mereka bukanlah apa-apa, buka siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Dan melihat orang lain pada sisi positifnya dengan – boleh dikatakan- menafikan sisi negatifnya. Hal tersebut hanyalah bagian kecil gambaran dari upaya mereka untuk mencapai tujuan pergulatan mistik. Pada kesempatan kali ini saya lebih memilih untuk mencoba menyuguhkan tingkah polah para mistikus di dalam penafsiran ayat suci Allah yang dirangkum dan diselipkan dalam syair, cerita, ataupun gending-gending ( lagu) jawa.
Bertemu Allah dengan sastra jawa.
Pengejawantahan ayat-ayat Ilahiyah membutuhkan pencerapan yang harus didukung dengan materi-materi yang berasaskan pada pengetahuan dan tidak asal-asalan. Dalam hal ini, mistikus jawa melakukan sebuah konsen untuk mencapai titik temu yang dianggap bisa membantu bertemu dengan Ilahi robbi.
Melaui penafsiran ayat Ilahiyah, para mistikus jawa mencoba menjelaskan dengan gamblang bagaimana Tuhan yang sebenarnya lengkap dengan segala sifat-sifatNya dan juga mencoba memasyarakatkan Islam tanpa mengesampingkan obyek penjelasan ( baca: masyarakat).
Disadari atau tidak, hasil karya mistikus jawa telah mengakar pada pola pikir orang-orang jawa zaman dahulu hingga sekarang. Ambil contoh, dalam penokohan cerita jawa ” semar, gareng, petruk, bagong “. Betapa rumit nan menakjubkan cara yang ditempuh para mistikus jawa ini, mulai dari pengejawantahan ayat-ayat Ilahi hingga meyelipkannya ke penokohan dalam cerita. Sekilas memang gak ada yang aneh bahkan biasa-biasa saja sebelum saya menjabarkan makna yang tersimpan dalam empat nama tokoh dalam cerita jawa itu. Kata semar, gareng, petruk, bagong[1] diambil dari kata arab sammir (semar), khoiron (gareng), fatruk ( petruk), bagoo ( bagong) yang artinya berjuanglah dalam kebaikan dan tinggalkanlah kemungkaran, arti ini selaras dengan jalan menuju Allah yang tergariskan pada makna inti dalam islam yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam gending jawa yang dikarang oleh Raden Syaid[2] dan kawan-kawan juga mengajak para penikmat gending untuk mengamalkan garis-garis besar ajaran islam yang klimaksnya memberikan tuntunan untuk menemukan pencerahan yang sejati. Disebutkan dalam salahsatu penggalan gendingannya ” lunyu-lunyu penekono kanggo sebo mengko sore “, tersimpan satu cara simpel yang bermakna bejubel yaitu ” sebagai manusia, hendaknya bersusah-susah dahulu di dunia untuk persiapan di akherat nanti”. Kenapa disebutkan bersusah-susah?, karena segala sesuatu yang bisa menjadi pengantar manusia ke kehidupan yang bahagia nan kekal di aherat nanti hampir semuanya merupakan hal yang repot dan sulit untuk dikerjakan ( dalam pandangan orang yang imannya lemah). Sebut saja shalat
lima waktu. Rutinitas yang sudah biasa kita lakukan ini kalau dilihat dari sudut pandang orang yg imannya lemah atau bahkan orang non muslim merupakan sebuah rutinitas yang sangat menyita waktu dan menyusahkan. Betapa tidak? Di saat kita sedang senang-senangnya menikmati keindahan dunia tiba-tiba harus berhenti sejenak untuk melakukan shalat. Apakah ini bukan susah?. Dari sinilah para mistikus jawa mengajarkan ajaran yang dimasukkan ke dalam ajakan-ajakan islami yang bernadakan gending jawa, walaupun kita harus bersusah payah hari ini tetapi toh akhirnya kita akan bahagia untuk selamnya.
Wallahu a’lam bis sowab
* Mahasiswa Tingkat I Kuliah Dakwah Islamiyah Tripoli
Libya
[1] Khazanah islam, 97
[2] Salah satu penyair dan penyebar islam di jawa tengah.
[…] Tinggalkan sebuah Komentar « Kajian Sastra Maulid Nabi, Antara Bid’ah […]