Sebagai Organisasi yang lahir untuk mengukuhkan dan mengembangkan ajaran Ahlissunnah wal Jama’ah. Sejak awal didirikan, Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1926M/1344H, telah membimbing dan mendidik umat Islam agar bisa hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagaimana yang diwariskan oleh Rasulullah saw, para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan para ulama kurun selanjutnya hingga sekarang.
Sebagai pembimbing umat, NU terlibat langsung dengan berbagai persoalan yang dihadapi umat, sehingga berbagai masalah ke-umatan, baik di bidang ibadah, interaksi (mu’amalah), social maupun politik, menjadi tanggungjawabnya untuk mencarikan solusinya. Maka, NU merumuskan dan menetapkan beberapa hal mengenahi permasalahan ke-umatan tersebut sejak Organisasi ini didirikan melalui Kongres atau Muktamar, Musyawarah Nasional (MUNAS) Ulama dan tingkat permusyawaratn lainnya.
Muktamar NU yang sudah diadakan beberapa kali sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang ini merupakan moment yang paling penting dalam tubuh Organisisi. Pasalnya di dalam Muktara, selain merumuskan dan menetapkan beberapa solusi permasalahan ke-umatan, juga diadakan Pemilihan Umum secara langsung oleh Muktamirin untuk menentukan dan menetapkan Rois ‘Aam dan Ketua Umum NU pada masa khidmah lima tahun berikutnya.
Sudah merupakan tradisi organisasi Nahdlatul Ulama mengadakan acara PELITA (Pemilihan Lima Tahun) sekali untuk memilih dan menetapkan Rois ‘Aam dan Ketua Umumnya melalui muktamar atau kongres yang merupakan puncak kegiatan Ormas Islam terbesar di dunia ini.
Tiga puluh satu kali sudah NU mengadakan muktamar di berbagai daerah yg setrategis, yang berarti sudah 31 kali juga peralihan tongkat estafet kepemimpinan secara silih berganti berjalan. Dari muktamar pertama yang di adakan pada tanggal 21-23 Oktober 1926M/ 13-15 R. Tsani 1345H di Surabaya[1], hingga yang ke 32 yang baru saja dilaksanakan tanggal 22-27 Mei 2010M kemarin di Makassar secara umum berjalan dengan lancar.
Undangan Muktamar Untuk PCI NU Luar Negeri
Menurut informasi yang diterima bahwa setiap PCI NU luar negeri mendapat undangan dan mempunyai hak pilih dua suara dalam acara Muktamar NU ke 32 di Makassar. Demikian berdasarkan keputusan dan pernyataan PBNU yang diedarkan melalui Undangan Menghadiri Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama (NU) dengan nomor: 1740/A.II.03/11/2009 ke semua PWNU, PCNU dan PCI NU.
Di mana dinyatakan dalam undangan tersebut bahwa peserta dari PCI NU masing-masing dua orang, terdiri dari satu orang dari unsure Syuriyah dan satu orang dari unsure Tanfidhiyah. Disyaratkan juga bahwa peserta Muktamar NU yang sah adalah PWNU, PCNU dan PCI NU yang masa jabatannya masih berlaku sesuai dengan SKPBNU.
Pemilihan Delegasi PCI NU Libya Untuk Muktamar
Setelah dipastikan setiap PCI NU luar negeri mendapat undangan Muktamar dan mempunyai hak pilih dengan dua suara dalam Pemilu ke 32 untuk Rois ‘Aam dan Ketua Umum NU di Makassar, PCI NU Libya segera merapatkan barisan mengadakan rapat bersama beberapa Pengurus Harian, dari jajaran Dewan Syuriyah dan Tanfidhiyah untuk menentukan hadir atau absen dan siapa yang akan didelegasikan ke Makassar untuk mengikuti Muktamar ke 32 tersebut.
Rapat pemilihan delegasi Muktamar dan penetapannya diadakan di kediaman Katib ‘Aam H. Harun Arrosyid di Apartmen 110/6/2, dan berlangsung agak alot. Pasalnya Ketua Tanfidhiyah dan Rois ‘Aamnya mengundurkan diri untuk mewakili PCI NU Libya di Muktamar NU ke 32, dengan alasan syar’i.
Sebagai gantinya, Ketua Tanfidhiyah yang disetujui semua anggota rapat waktu itu, menelusuri sikon masing-masing anggota rapat yang sangat memungkinkan untuk bisa mengikuti Muktamar untuk dijadikan wakilnya sebagai delegasi PCI NU Libya ke Muktamar 32 di Makassar.
Ahirnya ditemukan suatu kesepakatan sementara bahwa calon delegasi PCI NU Libya diambil dari anggotanya yang tengah duduk di jenjang magister atau S2 dan yang sudah tidak mempunyai kegiatan kuliah di kelas (marhalah albahts).
Di sana ditemukan ada empat orang yang masuk dalam kategori tadi. Yaitu, H. M. Harun Rosyid Lc,, H. Idris Sholeh Lc, H. M. Syamsuddin Lc dan H. Anas Mas’udi Lc.
Menurut informasi dan undangan Muktamar yang diterima oleh PCI NU Libya, masing-masing PCI NU Luar Negeri berhak dan mempunyai dua suara dalam PEMILU NU yang diwakili oleh dua orang delegasi yang sah. Oleh karena hanya dua orang yang akan didelegasikan, maka Ketua Tanfidhiyah mengambil cara bijak yang bisa diterima oleh semua anggota rapat yang hadir. Yaitu dengan mengundi empat nama orang yang masuk dalam kategori calon delegasi tadi.
Namun, sebelum undian dimulai, ada salah seorang dari empat calon delegasi tersebut berniat untuk mengundurkan diri dengan alasan ingin konsentrasi pada penulisan thesis yang baru saja ditentukan dosen pembimbingnya, akan tetapi niatan tersebut tidak dikabulkan oleh anggota rapat.
Tarik-ulur antara calon delegasi yang berniat mengundurkan diri dengan anggota rapat berlangsung lumayan alot. Setelah beberapa saat dengan adanya harapan dan permintaan para anggota rapat, ahirnya calon delegasi yang satu ini tetap bersedia untuk diikutkan undian, namun dengan catatan jika ada uang ganti tiket Libya-Indonesia minimal separuh harga tiket dan jika ia harus membayar libih separuh harga tiket, maka ia cancel jika ternyata ia yang terpilih sebagai salah satu calon delegasi PCI NU Libya. Syarat yg ia ajukan diterima oleh anggota rapat dan ia pun tercatat dalam undian penentuan delegasi Muktamar.
Hingga kemudian, diundilah keempat calon delegasi tadi dan ternyata yang keluar adalah dua orang dengan nama HM. Syamsuddin dan H. Anas Mas’udi yang merupakan salah satu calon yang sempat berniat mengundurkan diri sebelum undian dimulai tadi. Ahirnya rapat memutuskan dan menetapkan bahwa HM. Syamsuddin bin Abd. Mu’in Lc dan H. Anas Mas’udi Lc secara resmi ditetapkan sebagai delegasi PCI NU Libya untuk mengikuti Muktamar NU ke 32 di Makassar.
Persiapan Delegasi Muktamar
Setelah ditetapkan sebagai delegasi Muktamar, keduanya mulai mempersiapkan diri masing-masing. Anas, yang dari awal menerima sebagai delegasi dengan catatan hanya berani modal separuh harga tiket, mulai berusaha keras mencari informasi tentang uang ganti tiket tadi.
Ia kontak kesana-sini. Ia kontak PCI-PCI NU lainnya, kontak ke PBNU dan juga kontak langsung ke panitia muktamar untuk mencari info tentang uang ganti tiket Libya-Indonesia. Ahirnya ia mendapatkan kepastian bahwa panitia Muktamar hanya menyediakan akomodasi dan konsumsi. Adapun transportasi ditanggung sendiri oleh masing-masing delegasi. Demikian ia dapat langsung dari Ketua Panitia Muktamar ke 32 NU, KH. Hafidh Utsman di Makassar via e-mail.
Informasi tersebut membuat kedua delegasi tadi menjadi ragu untuk melanjutkan langkah menuju Makassar. Kususnya Anas Mas’udi yang sedari awal sudah membatasi batas kemampuannya dengan bayar separuh tiket Libya-Indonesia. Belum lagi harga tiket pulang-pergi ke Makassar yang menurut informasi yang ia dengar sebelumnya minimal 1,5 juta rupiah.
Perihal tersebut menjadi perhatian para “penggede” PCI NU Libya. Pemberian semangat dan motivasi datang silih berganti dari para penggede tersebut kepada kedua calon delegasi. Namun, motivasi dan nasihat tersebut sulit membangkitkan kembali semangat Anas untuk meneruskan langkahnya menuju Muktamar Makassar. Pasalnya ia merasa sangat keberatan jika harus menanggung biaya transportasi yang sangat besar baginya.
Beda dengan Syamsuddin yang sudah dari sebelumnya ada rencana untuk pulang kampung, ia semangat sekali untuk melanjutkan langkahnya menuju Muktamar dan persiapan financial pun tampak sudah disiapkan sebelumnya.
Di tengah keraguannya antara berangkat ke Makassar dan tidak, kedua calon delegasi Muktamar PCI NU Libya menemui beberapa utusan PBNU ke Libya yang kebetulan datang bersama beberapa toloh Islam lainnya dari beberapa Ormas Islam Indonesia dan Negara negara lainnya untuk memenuhi undangan Pimpinan Libya, Muammar Qadhafi dalam acara tahunannya, yakni peringatan maulid Nabi Muhammad saw yang kebetulan untuk tahun 2010M ini diadakan di Benghazi, Libya.
Dari silaturrahminya kepada utusan PBNU ke Libya tadi, kedua calon delegasi Muktamar sedikit termotivasi untuk melanjutkan perjalananya ke Muktamar. Pasalnya ada “orang” yang memberikan lampu hijau pada kedua calon delegasi untuk membantunya mencarikan uang ganti tiket kelak setelah sampai di Indonesia dan beliau menyarankan agar segera memulai proses perizinan di kampusnya.
Mengingat betapa sulitnya proses perizinan di kampus yang sudah diketahui sebelumnya paling cepat untuk proses perizinan kampus adalah sebulan baru bisa clear semuanya, kedua calon delegasi tersebut menjadi harap-harap cemas. Pasalnya, waktu menuju hari “H” Muktamar hanya tinggal tiga mingguan.
Perizinan Delegasi Muktamar Dari Kampus
Setelah mendapat support dari para utusan PBNU ke Libya tadi, kedua calon delegasi Muktamar bergegas untuk mulai proses perizinan di kampus. Menurut procedural perizinan, langkah pertama yang harus diambil adalah minta kertas permohonan izin dari Register S2.
Berangkatlah keduanya ke kantor Register S2, Ustadz Saeed Hadidan. Hari Selasa pagi, tanggal 2 Maret, sekitar jam 9 pagi. Namun, ternyata Ustadz Saeed belum datang. Mereka berdua pun menunggu di luar kantor, tepatnya di halaman gedung Ma’had Ta’hili, di mana kantor Ustadz Saaed berada dalam bangunan gedung tersebut.
Setelah kurang lebih satu jam menunggu, tampak dari kejauhan sosok manusia agak pendek seperti halnya orang-orang Asia, berambut keriting, yang tiada lain adalah Ustadz Saeed, datang berjalan santai menuju kantornya. Begitu tampak semakin dekat, kedua calon delegasi tadi datang menghampiri dan menyalaminya dengan say helo ala Libya, syinjaw … keif haal … keif shihhah … keif usroh … keif … keif … dst. Sambil ngobrol ringan mereka berdua mengikuti langkah ustadz Saeed menuju kantornya.
Sesampai di kantornya, Syamsuddin (delegasi PCI NU Libya yg akan menemani Anas ke muktamar) memulai pembicaraan tentang permohonan izin pulang dengan berbagai alasan. Di antaranya dengan alasan ziarah keluarga dan acara ijtima’ muhimm. Namun, dengan gaya bicaranya yang lumayan cepat, ustadz Saeed tidak mau memberi izin dengan alasan apapun. Pasalnya, peraturan perizinan untuk keluar Libya itu paling sedikit jaraknya tiga bulan dari perizinan keluar Libya sebelumnya. Sementara kedua calon delegasi Muktamar tadi baaru pulang dari tugas haji di awal Januari, belum sampai tiga bulan.
Syamsuddin dengan gaya Maduranya selalu berusaha merayu dan mencari alasan dengan memelas kepada ustadz Saeed. Namun, tetap saja tidak dikabulkan permohonannya. Sementara Anas Mas’udi, yang sedari awal tidak banyak bicara, tapi tetap terus berpikir mencari cara, tiba-tiba ditanya oleh ustadz Saeed. Ada alasan apa kamu mau pulang? Melihat alasan-alasan yang diajukan Syamsuddin tidak mampu membuka pintu perizinan, Anas menjwab: insyaallah lizzawaj ustadz …
Setelah ditanya macam-macam dan melalui berbagai mujamalah dan alasan yang mereka berdua utarakan, ahirnya ustadz Saeed bilang: ya sudahlah … kalau memang alasan kamu pulang untuk nikah … sembari mengeluarkan kertas surat permohonan yang kemudian diberikan kepada kedua delegasi Muktamar tadi.
Mereka berdua maunya menulis surat permohonan tersebut di kantor ustadz Saeed biar bisa langsung diserahkan kepadanya dan cepat selesai urusannya. Tapi, ternyata ustdz Saeed tidak berkenan. Sudah … ditulis di kamarnya masing-masing saja … masih pagi sudah bikin otak saya pusing, kata ustadz Saeed.
Kedua delgasi itupun langsung bergegas kembali ke kamar masing-masing dan menulis apa yang harus diisi dalam surat permohonan tadi. Mengingat Amid (Dekan) Kuliah, Prof. Dr. M. Fathullah Elzayadi pernah marah karena ada mahasiswa yang punya masalah dengan kuliah dan dia melibatkan orang kedutaannya yang membuat Amid tidak suka dan marah, membuat kedua delegasi tidak berani menulis alasan perizianannya untuk Muktamar dalam surat permohonan izin tadi.
Karena ada beberapa hal, surat permohonan izin tadi baru diserahkan kembali kepada ustadz Saeed dua hari kemudian, yakni hari Kamis 4 Maret. Langsung hari itu juga surat permohonan izin dibawa oleh ustadz Saaed ke Amid kuliah dan di-acc.
Karena hari Jum’at dan Sabtu kuliah libur, selama dua hari itu, Anas memanfaatkannya untuk mencari solusi kekurangan dana dengan memperbanyak bersilaturrahmi ke masyarakat Indonesia yang tinggal di Tripoli.
Dari silaturrahminya, Anas mendapatkan celah untuk menutupi “kekurangan” dana tiket. Dia ditawari oleh seorang Direktur perusahaan Tenaga Kerja perminyakan Amerika Serikat Hot-Hed, cabang Libya, satu tiket murah. Karena Anas tidak berangkat sendirian, ia lantas menanyakan kepada Direktur tadi: tapi boss … saya rencananya berangkat berdua. Bagaimana, ada tidak untuk dua orang? Tanya Anas kepada Direktur. Dua orang ya mas … insyaallah ada. Nanti yang kedua saya coba tanyakan dulu. Kalau yang satu tiket sudah pasti ada, jawab Direktur sembari memberi penjelasan harga tiket yang pertama.
Anas sedikit merasa lega, karena telah mendapatkan tiket dengan harga yang ia kehendaki sebelumnya. Namun, kelegaan tersebut belum sempurna jika urusan perizinan di kampus belum selesai. Di samping itu, temannya, Syamsuddi juga masih belum dapat kepastian tiket. Sementara ia terus melakukan kontak dan komunikasi secara aktif dan kontinu dengan seseorang yang ada di PBNU untuk mengurus semua adminstrasi dan registrasi peserta Muktamar dengan atas nama Anas dan Syamsuddin selaku delegasi muktamar dari PCI NU Libya nantinya.
Anas juga berusaha mencarikan solusi untuk mendapatkan tiket pesawat Jakarta-Makassar pulang-pergi lewat seseorang di PBNU dan membuahkan hasil yang menggembirakan.
Hari Ahad 7 Maret, Anas dan Syamsuddin menghadap lagi ke ustadz Saeed menanyakan proses perizinannya. Ternyata surat izin tersebut masih belum di-acc oleh Kabag. Dirosah Ulya (S2), Dr. Mas’ud Abdullah Elwazni.
Hari Senin 8 Maret, mereka berdua kembali ngecek perizinan ke kantor ustadz Saeed (Register Dirosah Ulya) dan katanya semua sudah meng-acc surat permohonan izin pulang kedua delegasi muktamar tadi dan surat sudah dikirim ke bagian imigrasi kampus. Hari itu juga, setelah menghadap Register S2, kedua delegasi langsung menuju ke kepala kantor bagian imigrasi kampus. Namun, keduanya sedikit kecewa. Pasalnya ketua bagian imigrasi kampus, tidak ada di kantornya. Mulai di-acc nya surat permohonan izin pulang itu, tiap hari kedua delegasi re-ceck ke bagian imigrasi kampus.
Hari Selasa 9 Maret, keduanya kembali ngecek ke kantor kepala imigrasi kampus. Namun, nasibnya seperti hari sebelumnya. Kepala bagian imigrasi kampus tidak ada di kantornya. Keduanya mencari ke kantor-kantor lainnya dan juga menanyakan petugas imigrasi kampus, di mana kepala imigrasi kampus berada tidak ada yang tahu. Demikian terus dialaminya sampai hari Kamis 11 Maret baru bisa ketemu Kepala bagian imigrasi kampus.
Keduanya menanyakan apakah surat perizinannya sudah masuk ke dia apa belum dan ternyata sudah ada sejak beberapa hari sebelumnya. Keduanya menceritakan dengan sopan alasan kepergiannya ke Indonesia bahwa sebenarnya selain alasan pulang untuk menjenguk keluarga -sebagaimana tertulis di surat izin- ada alasan lain yang penting juga, yaitu mengikuti acara Muktamar Ilmi Nasional yang dimungkinkan akan dihadiri juga oleh pimpinan Jam’iyah Dakwah Islamiyah ‘Alamiyah, Dr. Moch. Ah. Syarif yang merupakan mobilisator Kuliah Dakwah Islamiyah.
Dengan alasan seperti itu, kepala bagian imigrasi tergerak untuk segera menyelesaikan proses perizinan kedua delegasi tadi. Ia langsung membawa surat izin kedua delegasi tadi ke kantor bagian operasional imigrasi kampus yang diikuti oleh keduanya.
Begitu sampai di kantor yang dituju, kepala bagian imigrasi kampus kembali lagi ke kantornya dan kedua delegasi berusaha nego dan meloby bagian operasional imigrasi tadi agar supaya proses perizinannya dipercepat. Dengan berbagai alasan dan penjelsan yang diajukan oleh kedua delgasi, yang diantaranya alasan mengikuti Muktamar Ilmi Nasional yang di adakan di luar Jakarta dan diagendakan akan dihadiri pimpinan Jam’iyah Dakwah Islamiyah tadi, membuat petugas operasional imigrasi kampus sedikit berpikir. Kenapa tidak kamu tulis di surat izin ini alasan untuk mengikuti Muktamar Ilmi Nasional, tanya petugas operasional imigrasi kampus. Kemudian dia menyarankan kedua delegasi agar menghadap lagi kepada kepala imigrasi kampus agar dibuatkan Surat Sakti Percepatan Perizinan dengan tanda tangan Amid kuliah.
Kedua delegasi menghadap lagi kepada kepala imigrasi kampus memohon surat percepatan izin sebagaimana yang diarahkan oleh petugas operasional imigrasi kampus tadi. Namun, kepala imigrasi kampus ini tidak bias membuat surat tersebut. Sebagai gantinya, ia langsung menuju ke kantor operasional imigrasi kampus dan memerintahkan kepada petugasnya agar urusan perizinan kedua delegasi Muktamar tadi dipercepat.
Petugas operasional imigrasi pun beranjak keluar dengan membawa berkas-berkas perizinan kedua delegasi muktamar yang kemudian mereka berdua pergi keluar meninggalkan kantor imigrasi kampus.
Keesokan harinya, Kamis 11 Maret, kedua delegaasi muktamar kembali ngecek proses perizinannya ke kantor operasional imigrasi kampus menanyakan kapan keluarnya visa “khuruj-‘audah” nya. Namun, ternyata petugas tersebut tidak bias memberikan informasi kepastian kapan visa kedua akan keluar. Hingga mereka berdua pun belum berani untuk membeli tiket pesawat.
Kembali kedua delegasi memeberikan alas an yang sedikit “menekan” kepada petugas operasional imigrasi kampus tadi dengan mengatakan: jika sampai tanggal 17 Maret visa belum keluar juga, maka kepulangan ini kami cancel, tegas Anas kepada petugas operasional imigrasi kampus.
Hari Jum’at dan Sabtu, kampus libur. Kedua delegasi tidak dapat berbuat banyak kecuali berdoa yang selalu dipanjatkan setiap selepas shalat fardhu. Ya Allah, jika kepulangan kami ke Indonesia untuk mengikuti acara muktamar yg diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama yang akan dating di Makassar, itu baik dan bermanfaat bagi kami, maka mudahkanlah proses perizinan kami. Hingga kami bias sampai ke tempat tujuan sebelum tanggal pembukaan acara dengan biaya operasional yang dapat kami jangkau dengan mudah.
Hari Ahad 14 Maret, kedua delegasi kembali memastikan informasi tentang kapan keluarnya visa mereka berdua ke kantor operasional imigrasi kampus. Di sana petugas operasional yang bernama Ramadhan sekali lagi mengatakan kalau dia tidak bias memastikan kapan keluarnya visa. Apalagi dia ternyata hanya petugas operasional imigrasi kampus bagian dalam. Namun, kemudian dia mengarahkan kedua delegasi muktamar agar menemui Sholeh yang merupakan petugas operasional imigrasi kampus bagian luar.
Begitu keluar dari kantor operasional imigrasi kampus, kedua delegasi muktamar menunggu kedatangan Sholeh di halaman kampus. Namun, orang yang ditunggunya tidak datang hari itu.
Hari Senin 15 Maret, dengan harap-harap cemas, kedua delegasi ngecek kembali perizinannya ke kantor operasional imigrasi kampus. Namun, sama seperti sebelumnya Ramadhan, petugas imigrasi bagian dalam kampus tidak bias memberikan kepastian informasi kapan keluarnya visa. Keduanya pun keluar kantor dengan tangan hampa.
Begitu sampai di halaman kampus, keduanya duduk-duduk menunggu kedatangan Sholeh, petugas imigrasi kampus bagian luar, berharap ia bias membantu percepatan prose perizinan. Mengingat orang yang menjanjikan tiket Makassar-Jakarta aakan berangkat ke Makassar tangal 19 Maret. Ahirnya, tidak lama kemudian Sholeh dating. Kedua delegasi pun menghampirinya dan menanyakan proses periziananya. Namun, dia juga tidak bias memastikan kapan visa bias keluar, sembari berkata: passport kalian itu baru saja saya masukkan ke imigrasi hari ini (15 Maret). Bias saja besok keluarnya atau lusa, atau seminggu bahkan bias juga sebulan baru keluar. Anas, menimpali pernyataannya berkata: ustadz, jika visa kami belum keluar juga sampai tanggal 17 Maret, maka “safar” ini kita cancel.
Setelah itu, Sholeh langsung berjalan terus ke dalam kampus. Sementara kedua delegasi musyawarah sendiri. Yang ahirnya keduanya membagi tugas untuk meloby dan mencari jalan keluar. Syamsuddin pergi menghampiri Sholeh dan Anas menghadap ustadz Saeed (Register S2). Tidak lama kemudian, keduanya berkumpul kembali dengan agak lemas semua. Pasalnya lobi keduanya tidak membuahkan hasil. Sementara, ustadz Saeed bilang: sudahlah, kamu tidak perlu banyak cingcong. Sekarang tawakkal saja kepada Allah. Kalau memang diridhoi insyaallah kalian akan pergi juga.
Memang sangat benar apa yang dikatakan ustadz Saeed tersebut. Keduanya pun pasrah sambil terus berdoa dengan harap-harap cemas sambil terus ngecek tiap hari ke kantor imigrasi kampus.
Hari Selasa 16 Maret, keduanya ngecek dan hasilnya masih nihil. Harapannya untuk mengikuti muktamar semakin menitipis. Anas, jauh hari sebelumnya pernah bilang paling lambat dia berdua akan berngkat ek Indonesia tanggal 18 Maret.
Hari Rabu 17 Maret, pagi-pagi benar keduanya ngecek ke kantor imigrasi kampus dan hasilnya tetap nihil. Harapan untuk mengikuti muktamar NU di Makassar semakin redup. Namun, saat putus asa mulai menggerayangi kedua delegasi muktamar, Allah mengetuk kembali hati keduanya dengan dikeluarkannya visa khuruj-‘audah pada hari itu juga.
assalam.! semoga Allah melimpahkan keberkahan pada akhi semua, karena kami pun di Indonesia berjuang semaksimal mungkin untuk tegaknya ahlussunnah wal jamah dan islam rahmatal lilalamiin.